Kalau Anda mengevaluasi pertumbuhan diri serta perkembangan karir Anda sejauh ini, bisakah Anda menemukan hal-hal apa saja yang paling berkontribusi terhadap kemajuan Anda? Apakah karena Anda belajar dari mengikuti berbagai pelatihan dan sertifikasi? Apakah Anda belajar dari membaca buku tentang “How to manage Your career”? Apakah karena Anda belajar bisnis dari mentor atau coach yang hebat? Atau sesungguhnya Anda berkembang karena pengalaman nyata dalam menerapkan suatu ketrampilan atau menghadapi situasi-situasi yang menantang?
Pengalaman adalah guru terbaik. Terdengar klise bukan? Namun itulah fakta tak terbantahkan dari pertumbuhan kita. Misalnya, meskipun Anda tidak pernah mendapatkan training formal tentang bagaimana menangani keluhan pelanggan, tetapi pengalaman menghadapi ratusan pelanggan murka karena layanan buruk bisa mengajarkan Anda tentang artinya pengendalian emosi. Sama halnya ketika kreativitas berpikir Anda berkembang karena dipaksa putar otak dan susah tidur gara-gara menanggung “dosa warisan” dari pendahulu Anda. Seorang rekan kerja saya yang bingung karena penyakit gugupnya selalu kambuh, akhirnya menemukan kepercayaan dirinya ketika ia harus berkali-kali tampil di muka umum. Buat saya sendiri, pengalaman bertransisi dari seorang HR person menjadi seorang Sales person beberapa tahun yang lalu, telah membawa banyak manfaat bagi profesi saya saat ini sebagai konsultan.
Jangan salah sangka. Saya tidak bilang pelatihan tidak ada gunanya, atau belajar dari mentor hanya buang waktu. Aktivitas-aktivitas itu tentu punya sumbangan tesendiri terhadap perkembangan Anda. Pelatihan, buku, mentoring, bisa membentuk kerangka pikir yang tepat di benak Anda. Namun apalah artinya menghabiskan dana jutaan rupiah untuk belajar di kelas, kalau Anda tidak menerapkan yang anda pelajari dalam aktivitas sehari-hari. Aplikasi langsung di lapangan tetap penting bukan? Seberapa banyakpun ilmu yang kita serap dari para senior atau seberapapun insight yang kita dapatkan dari proses coaching, kalau wawasan itu cuma menjadi sekumpulan niat yang tak terlaksana atau pengetahuan yang tidak terkonfirmasi dalam realita, sayang bukan? Sama halnya Anda tidak bisa belajar mengemudi mobil cuma dari membaca buku manual, atau hanya dengan 1 jam seminggu mengamati instruktur Anda mengendalikan stir.
Mari tercebur dengan sengaja!
Kabar gembiranya, di samping ratusan pengalaman tak terduga yang menampar dan menghajar kita tanpa ampun, sesungguhnya kita bisa merancang sendiri pengalaman-pengalaman belajar yang diinginkan. Misalnya, kalau Anda merasa kurang percaya diri berbicara di depan umum, mengapa tidak bernegosiasi dengan atasan untuk memberi Anda kesempatan lebih banyak melakukan presentasi? Kalau Anda merasa kurang gaul dan wawasan bisnis Anda terbatas, mengapa tidak terlibat dalam proyek lintas fungsi atau kepanitiaan family outing yang memungkinkan Anda berinteraksi dengan banyak orang dari divisi lain? Untuk mengembangkan sebuah kemampuan ada beragam pengalaman belajar yang Anda bisa pilih dan rancang. Kalau Anda sering dengar kata-kata “tercebur sambil belajar berenang sendiri” atau “dijorokin ke kolam”, mengapa tidak dengan sengaja Anda tercebur namun dengan tujuan belajar yang jelas? Anda bisa mulai dari menentukan kompetensi yang Anda kembangkan, lalu pilihlah pengalaman nyata yang bisa membentuk kompetensi tersebut.
Paling tidak ada tiga keuntungan yang Anda dapat dari sebuah pengalaman belajar. Pertama, pengalaman itu akan membentuk kemampuan Anda, yang mana jauh lebih berharga daripada Anda cuma duduk termangu-mangu di comfort zone. Kedua, Anda bisa melihat tantangan dan kesulitan dengan lebih positif karena Anda tahu manfaatnya untuk pengembangan diri Anda. Ketiga, Anda belajar memegang kendali atas karir Anda sendiri, bukan pasrah menerima keadaan. Hebatnya, semua manfaat ini berlaku bukan hanya bagi pengalaman-pengalaman belajar yang Anda rancang sendiri, tetapi juga untuk pengalaman-pengalaman belajar tak terduga. Oiya, ada manfaat keempat juga sih. Belajar dari pengalaman biasanya lebih murah daripada merogoh kocek pribadi atau perusahaan untuk pelatihan jutaan rupiah.
Menjadi Learning Architect
Kalau Anda sudah sukses bertumbuh dari pengalaman dan karir Anda berkembang, jangan lupa untuk merekayasa pengalaman-pengalaman belajar untuk bawahan-bawahan Anda. Tapi jangan cuma bilang “Ah saya dulu juga kayak kamu, belajar dari nol, masak kamu yang lebih muda gak bisa”. Salah satu kelebihan Anda sebagai pemimpin adalah, wawasan dan pengalaman Anda lebih banyak dari bawahan. Mendiskusikan manfaat dan tujuan dari sebuah pengalaman belajar akan menolong bawahan untuk memetik pelajaran dengan lebih cepat dan mengurangi resistensi mereka akan perubahan. Alih-alih menjanjikan promosi, lebih baik membicarakan manfaat dari pengalaman belajar itu bagi si bawahan, sambil tetap memastikan ia berkomitmen dan bertanggung jawab atas perkembangan dirinya sendiri.
So, what’s next?
Jadi, kalau besok-besok Anda diminta atasan untuk mewakili beliau dalam meeting dengan sejumlah kepala divisi lain, jangan cuma mengeluh, siapa tahu itu peluang belajar. Kalau Anda diminta memulai sebuah proyek dari nol, dengan data dan sumber daya yang minim, jangan menolak dulu, pikirkan manfaatnya bagi tujuan karir Anda ke depan. Kalau Anda punya atasan yang “sulit”, jangan patah arang, petik manfaatnya, pelajari kelebihan-kelebihannya, dan berusahalah menjadi atasan yang lebih baik di masa depan. Kalau Anda diminta mengembangkan bawahan, jangan hanya berhenti pada pelatihan sebagai the one and only solution.
Ada berbagai pengalaman belajar yang menanti Anda di depan, dan semuanya berpotensi membentuk Anda menjadi pribadi yang lebih baik. Jangan lewatkan potensi itu dengan sia-sia.
Selamat merancang pengalaman belajar!
Ciputat, 19 Januari 2019
Billy Latuputty, S.Psi, Psikolog, LCPC
www.light-learning.com
PS: Terima kasih untuk atasan-atasan saya di masa lalu yang memberikan saya pengalaman belajar luar biasa!